Trematoda Saluran Pencernaan

I.                   Learning Objective
1.      Sebutkan dan jelaskan macam-macam cacing trematoda di pencernaan (hospes, predileksi, siklus hidup, dan gejala yang ditimbulkan)!
2.      Jelaskan respon imun terhadap infeksi cacing!

II.                Pembahasan
1.      Sebutkan dan jelaskan macam-macam cacing trematoda di pencernaan (hospes, predileksi, siklus hidup, dan gejala yang ditimbulkan)!
A.    Genus Cotylurus
Cotylurus flabelliformis terdapat pada usus halus itik liar. Panjangnya sekitar 0,56-0,85 mm dan telurnya 100-112 x 68-76 mikron. Induk semang antara pertama adalah siput lymnaeda, sporokista induk, sporokista anak dan serkaria berkembang di dalam kelenjar pencernaan. Siput physida dan planorbida adalah induk semang kedua, tetapi hanya apabila siput-siput tersebut mengandung sporokista atau redia dari trematoda lain, dimana metaserkaria cotylurus berkembang sebagai hiperparasit (Norman, 1994).
B.     Genus Alaria
Alaria Amaricana atau A. Canis terdapat dalam usus halus dan jarang di dalam lambung anjing, kucing srigala, rubah.. Panjangnya 3-5 mm dan mempunyai telur 106-134 x 64-99 mikron. Mirasidium yang menetas dari telur menembus siput dari genus Helisoma dan tumbuh menjadi sporokista induk, sporokista induk ini memproduksi sporokista anak yang menghasilkan serkaria ekor garpu yang meninggalkan siput dan berenang bebas dalam air. Serkaria menembus kulit berudu katak dan berudu kodok dan berkembang menjadi mesoserkaria. Mesoserkaria ini menghasilkan metaserkaria (diplostomula) di dalam paru-paru induk semang definitif yang makan katak, kodok atau berudu. Diplostomula kemudian masuk kedalam usus untuk menjadi dewasa. Ular, berang-berang, dan hewan-hewan lain yang memakan induk semang antara kedua dapat merupakan induk semang transpor bagi mesoserkaria (Norman, 1994).
C.     Genus Echinoparyphium
Echinoparyphium recurvatum terdapat pada usus halus itik piaraan, itik liar, ayam dan merpati. Induk semang antara pertamanya adalah bermacam-macam siput genus Biomphalaria, Bulinus, Physa. Sporokista, redia induk, dan redia anak berkembang di dalam organ internal siput. Serkaria meninggalkan siput dan mengkista sebagai metaserkaria pada induk semang kedua, yang merupakan siput genus yang sama atau berbeda, katak atau bahkan ikan (Norman, 1994).
D.    Genus Fasciolopsis
Fasciolopsis buski terdapat dalam usus halus manusia dan babi. Ia mencapai panjang 7,5 cm dan lebar cm. Telurnya mencapai 140 x 85 mikron. Siklus hidup mirip dengan F. Hepatica. Induk semang antaranya adalah siput air genus segmentina dan hippeurus, dan metaserkaria terdapat pada tumbuhan air, termasuk chestnut air dan calthrrop air (Norman, 1994).
E.     Genus Nanophyetus
Nanophytus salmincola merupakan cacing keracunan salem bagi anjing, , anjing hutan, rakun, musang, cerpelai, lynx. Rakun dan musang belang kemungkinan merupakan induk semang alam. Cacing dewasa berwarna putih atau krem dan hidup di bagian anterior usus halus. Mereka berukuran kecil, hanya 0,1-2,5 x 0,3-0,5 mm, dan mempunyai telur berbentuk ovoid, beroperkulum, berukuran 64-97 x 34-55 mikron. Telur keluar bersama tinja dan menetas dalam 75-200 hari. Mirasidium masuk dalam siput, melepaskan silianya dan berubah menjadi redia di dalam hepatopankreas. Siput sebagai induk semang antara alami di Oregon adalah Oxytrema silicula. Serkaria tumbuh di dalam redia, meninggalkan siput, dan berenang bebas di air. Induk semang antara kedua biasanya ikan familia salem. Meskipun demikian beberapa ikan lain dan bahkan kadal raksasa  pasifik dapat terinfeksi. Serkaria menembus aktif melalui kulit dan mengkista di dalam organ internal. Metaserkaria sekitar 530 x 280 mikron dan tidak infektif sampai mereka berusia 10 hari. Mereka dapat menurunkan kemampuan berenang pada ikan muda dan bahkan dapat membunuhnya apabila jumlahnya cukup banyak. Metaserkaria dapat mempertahankan hidup selama ikan masih berada di laut. Induk semang definitif terinfeksi apabila memakan ikan pembawa ini (Norman, 1994).
F.      Genus Cryptocotyle
Cryptocotyle lingua terdapat di dalam usus halus anjing, kucing, musang, rubah, anjing laut, dan berbagai burung dan mamalia. Cacing berukuran 0,5-2,0 x 0,2-0,9 mm dan telurnya 32-50 x 18-25 mikron. Induk semang antara pertama adalah siput pantai Littorina, dan banyak jenis ikan continental shelf merupakan induk semang kedua (Norman, 1994).
Cryptocotyle concava terdapat pada usus halus berbagai burung air dan kadang-kadang anjing dan kucing. Cacing berukuran 0,5-1,5 x 0,3-0,9 mm dan mempunyai telur 30-40 x 16-20 mikron. Induk semang antara yang pertama adalah siput Amnicola dan induk semang antara yang kedua adalah berbagai jenis ikan (Norman, 1994).
2.      Jelaskan respon imun terhadap infeksi cacing!
Cacing pada umumnya dapat ditemukan dalam dua keadaan di dalam tubuh:
1.      Dalam jaringan sebagai larva
2.      Dalam saluran gastrointestinal atau saluran respirasi sebagai cacing dewasa
KEKEBALAN HUMORAL-Kelas imunoglobulin yang terpenting dalam resistensi terhadap cacing adalah IgE. Kebanyakan infeksi cacing berhubungan dengan tanda-tanda yang khas dari hipersensitivitas tipe I, termasuk eosinofili, edema, asma dan dermatitis urtikaria. Kombinasi antara antigen cacing dengan IgE terikat sel mast menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast dan dilepaskannya amin vasoaktif. Senyawa ini merangsang kontraksi urat daging licin dan menambah permeabilitas vaskuler. Jadi terjadi kontraksi dari urat daging usus dan pertambahan permeabilitas kapiler usus yang memungkinkan keluarnya cairan ke dalam lumen usus. Kombinasi ini menghasilkan pelepasan dan pengeluaran sebagian besar beban cacing dalam saluran gastrointestinal hewan (Tizard. 1988).
Makrofag dapat berikatan dengan larva cacing melaui jalur yang diperantarai IgE untuk menghancurkannya.Demikian juga dengan memperantarai sel mast, IgE merangsang pelepasan Faktor Analifaksis Kemotaktik Eosinofil (FAKE). Bahan ini memobilisasi cadangan eosinofil tubuh yang menyebabkan dilepaskannya eosinofil dalam jumlah besar ke dalam sirkulasi. Eosinofil ternyata memegang paling sedikit dua peranan. Pertama, mengandung enzim yang mempu menetralkan bahan vasoaktif yang dikeluarkan sel mast. Kedua, bersama-sama dengan antibodi dan komplemen, eosinofil dapat membunuh beberapa larva cacing. Eosinofil dapat melekat pada cacing melalui IgG. Kemudian mengalami degranulasi, melepaskan isi granulanya pada kutikel cacing. Protein basa utama granula dapat menyebabkan kerusakan langsung pada kutikel dan juga membantu pelekatan eosinofil tambahan.  Efek sitoksik dari protein basa diperbesar oleh faktor yang berasal dari sel mast misalnya histamin maupun komplemen (Tizard. 1988).
Walaupun tanggap anticacing diperantarai IgE-Eosinofil  rupanya merupakan mekanisme terpenting resistensi terhadap cacing, antibodi dari kelas imunoglobulin yang lain yang memainkan peranan proteksi. Mekanisme yang terlibat meliputi netralisasi yang diperantarai antibodi terhadap enzim proteolitik yang dipakai oleh larva untuk menembus jaringan, penyumbatan lubang anus dan mulut larva oleh kompleks kebal karena antibodi berikatan dengan produk ekskresi dan sekresi dari larva dan pencegahan terhadap eksdisis dan penghambatan perkembangan larva oleh antibodi. Jalur enzim yang lain mungkin dihalangi oleh antibodi yang bekerja terhadap cacing dewasa, menyebabkan kemungkinan terhentinya produksi telur atau bahkan menganggu pengembangan sistem anatomi (Tizard. 1988).
KEKEBALAN SELULER- Limfosit T yang telah disensitisasi menekan aktifitas cacing dengan dua mekanisme. Pertama, terjadinya tanggap perbarahan dari tipe hipersensivitas lambatyang cenderung untuk menarik sel mononuklir ke tempat invasi larva dan merubah lingkungan setempat menjadi tidak cocok untuk pertumbuhan atau migrasi. Kedua, limfosit sitoksik mungkin mampu menyebabkan kehancuran larva (Tizard. 1988).
Pengelakan tanggap kebal oleh cacing meliputi mimikri antigen induk semang, variasi antigenik, dan penghalangan antibodi.  Ada empat mekanisme yaitu:
1.      Cacing dapat membuat antigen hitokompatibilitas atau antigen golongan darah yang cocok dengan induk semangnya. Contohnya domba memiliki tanggap kebal yang lebih sedikit pada antigen H. contortus dibandingkan kelinci. Hal ini menunjukkan bahwa H. contortus memiliki kemiripan antigenik lebih dekat dengan domba yang merupakan induk semang alamiahnya daripada kelinci induk semang yang tidak diinginkan.
2.      Cacing dapat terlindungi dari tanggap konsekuensi tanggap kebal induk semangnya, dengan penyerapan antigen induk semang pada permukannya.  Contohnya, Schistosoma mansoni dewasa, trematoda yang hidup dalam pembuluh darah mesenterium manusia dan yang mampu menyerap eritrosit induk semang dan antigen histokompabilitas pada permukannya. Cysticercus juga dapat menyerap antigen dengan cara ini.
3.      Dengan melibatkan variasi antigenik. Walaupun cacing tidak mengembangkan suatu sistem seefisien pada tripanosomiasis, tetapi dikenal adanya variasi antigenik yang berangsur-angsur. Jadi, antigen kutikula dari larva T. spiralis memperlihatkan perubahan yang luas setelah berganti kulit.
4.      Immunosupresi. Misalnya: Domba yang tertulari oleh H. contortus sistem imunnya tertekan sehingga tidak bereaksi dengan H. contortus walaupun tetap tanggap terhadap antigen lain. Pada trichinosis, hewan yang tertulari mengalami kebal tertekan tidak khusus sehingga ketahanan tubuh menurun terhadap infeksi lain (Tizard. 1988).

III.             Daftar Pustaka
Norman, D Levine. 1994. Parasitology Veteriner. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tizard. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya: Airlangga University Press

1 komentar:

Aprilia Layli Fauzia mengatakan...

dok cara meningkatkan daya tahan tubuh kucing selain dgn vaksin/obat2an? soalnya mahal hehe. kan skrg sudah mau musim penghujan, lalu bgaimana cara menjaga kucing agar tetap sehat (umur kucing 1 bulan)

Posting Komentar

 
© 2009 Diary Veteriner | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan