Mekanisme Sistem Termoregulasi

1. Jelaskan proses respirasi secara fisiologi & biokimia!
• Fisiologi
Pengontrolan respirasi
Pusat berada di medulla oblongata dan pons medulla. Secara garis besar pulmo memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Adanya permukaan gas-gas yaitu mengalirkan oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas karbondioksida dari alveoli keudara atmosfer.
b. Menyaring bahan beracun dari sirkulasi.
c. Reservoir darah.
d. Sebagai tempat pertukaran gas-gas
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.

Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

a. Pernapasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
2) Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

b. Pernapasan Perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.
1) Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
2) Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

  • Pertukaran O2 dan CO2 di Pulmo dan Jaringan
Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium:
a. Stadium ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar pulmo.
b. Stadium transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek : difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler pulmo (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel - sel jaringan distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiann dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
c. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh pulmo.

Udara bergerak masuk dan keluar dari pulmo karena selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot. Dinding thorax berfungsi sebagai hembusan. Selama inspirasi, volume thorax bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. M. sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan m. serratus, m. scalenus, serta m. intercostalis externus berperan mengangkat iga.

Thorax membesar dalam tiga arah : anteroposterior, lateral, dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar -8 mmHg bila pulmo mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan saluran udara menurun sampai sekitar -2 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mm Hg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam pulmo sampai tekanan saluran udara pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan atmosfer (760 mmHg).

Volume udara respirasi adalah sekitar 6 L yaitu 500 mL dikalikan sekitar 12 frekuensi napas per menit. Ventilasi alveolar adalah udara yang masuk ke dalam alveoli per menit (tidak termasuk ruang mati anatomi) yaitu jumlah frekuensi napas per menit dikalikan volume total per menit yang sudah dikurangi volume ruang mati fisiologi. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan pulmo. Pada waktu m. intercostalis externus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga thorax, menyebabkan volume thorax berkurang, m. interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam dengan kuat pada waktu ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu otot-otot abdomen mungkin berkontraksi sehingga tekanan intra abdominal membesar dan menekan diafragma ke atas. Pengurangan volume thorax ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat sampai sekitar I sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer sekarang terbalik sehingga udara mengalir ke luar dari pulmo sampai tekanan saluran udara dan tekanan atmosfer sama kembali pada akhir ekspirasi. Perhatikan bahwa tekanan intrapleura selalu di bawah tekanan atmosfer selama siklus respirasi. Perubahan pada ventilasi dapat diperkirakan dengan tes fungsional pulmo.
  • Difusi
Proses difusi gas-gas melintasi membran antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg (21 persen dari 760 mmHg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai pada alveolus maka tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan parsial ini diperkirakan atas dasar fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruang rugi anatomis saluran udara, dan dengan uap air. Ruang rugi anatomis ini dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan (150 ml/150 lb pria). Hanya udara bersih yang sampai ke alveolus yang merupakan ventilasi efektif. Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PV O2) dalam kapiler pulmo besarnya sekitar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus (Pal O2 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat dengan mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Selisih tekanan CO2 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, di mana konsentrasinya pada hakekatnya nol. Selisih CO2 antara darah dan alveolus memang kecil sekali tapi cukup karena dapat berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan oksigen, melintasi membran alveolus-kapiler karena daya larutnya yang lebih besar.
(Cunningham,1992)

•Biokimia
Respirasi internal atau seluler, mengacu kepada proses metabolisme intrasel yang berlangsung di dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan mengahsilkan CO2 selama penyerapan energi dari molekul nutrient.
Pada proses respirasi intraseluler, organ sel yang paling berperan adalah mitokondria. Fungsi mitokondria adalah menghasilkan energi phosphate melalui serangkaian reaksi dan zat-zat makanan seperti glukosa, asam lemak, dan asam amino dengan dibantu oleh proses oksidasi yang membutuhkan oksigen dan menghasilkan karbondioksida. Rangkaian reaksi tersebut akan menghasilkan senyawa phosphate berenergi tinggi (ATP).
Mitokondria merupakan struktur terbesar dalam sitoplasma sel. Jumlah mitokondria dalam satu sel bervariasi dari ratusan sampai ribuan tergantung kebutuhan sel terhadap energi. Ukuran dan bentuk mitokondria berbeda-beda, beberapa diantaranya hanya berdiameter beberapa ratus milimikron dengan bentuk globular, sedangkan yang lain, diameternya mencapai 1-7 mikron dengan bentuk filamen. Mitokondria tersusun atas dua membran yaitu membran luar dan dalam yang masing-masing merupakan lapisan molekul lipoproten. Membran dalam membentuk lekukan atau krista yang menjorok ke dalam matriks. Komponen rantai pernafasan yang berhubungan dengan fosforilasi oksidatif terdapat dalam membran dalam mitokondria. Enzim-enzim yang terlibat pada siklus asam sitrat terletak dalam matriks.

Mitokondria sering disebut sebagai pembangkit energi dalam sel. Enzim oksidatif pada membran dalam dan enzim siklus asam sitrat dalam matriks mitokondria bersama-sama akan mengoksidasi residu asetil sehingga terbentuk karbondioksida dan air. Energi yang terlepas dari oksidasi ini akan digunakan untuk mensintesis bahan berenergi sangat tinggi yakni adenosin trifosfat (ATP). ATP ini, selanjutnya, dikeluarkan dari mitokondria ke sitosol untuk digunakan oleh sel sebagai sumber energi untuk berbagai aktivitasnya.
Energi yang digunakan dalam kegiatan respirasi bersumber dari ATP (Adenosin Tri Fosfat) yang ada pada masing-masing sel. ATP berasal dari bahan-bahan karbohidrat yang diubah menjadi fosfat melalui tiga tahapan. Mula-mula proses glikolisis oleh enzim glukokinase membentuk piruvat pada siklus Glukosa (Tahap I) kemudian tahap II, yakni siklus krebs (TCA = Tri Caboxylic Acid Cycle) kemudian tahap III, yakni tahap transfer elektron. Glikolisis terjadi di sitoplasma, siklus krebs terjadi di mitokondria (Cunningham, 1992).

2. Bagaimana mekanisme sistem termoregulasi!
Thermogulasi ialah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan, paling tidak supaya suhu tubuhnya tidak mengalami perubahan yang terlalu besar.
  • Mengapa suhu tubuh hewan harus dipertahankan supaya tetap konstan?
  • Perubahan suhu dapat memengaruhi konfirmasi protein dan aktivitas enzim.
  • Perubahan suhu dalam tubuh hewan akan memengaruhi kecepatan reaksi metabolisme dalam sel.
  • Perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap energi kinetik yang dimiliki oleh setiap molekul zat.
  • Peningkatan suhu tubuh hewan dapat meningkatka laju reaksi dalam sel
Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm dan homeoterm. Hewan poikiloterm (ektoterm) yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring perubahan lingkungan. Contoh: anggota invertebrata, reptil, pisces, dan amphibi. Hewan homeoterm(endoterm) yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan/ tidak berubah sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah, contoh: aves dan mamalia.

Interaksi Panas antara Hewan dan Lingkungannya
Interaksi panas adalah pertukaran panas dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi panas dapat dimanfaatkan oleh hewan untuk mengatur suhu tubuh mereka, yaitu untuk meningkatkan dan menurunkan pelepasan panas dari tubuh, atau sebaliknya, untuk memperoleh panas.
Interaksi/pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya dapat terjadi melalui empat cara, yaitu:
  • Konduksi : perpindahan panas antara dua benda yang saling bersentuhan. Panas akan berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke suhu yang rendah.
  • Konveksi : perpindahan panas antara dua benda yang mengalir melalui zat alir (fluida) yang bergerak di dekatnya.
  • Radiasi : perpindahan panas antara dua benda yang tidak saling bersentuhan. (co: radiasi sinar matahari)
  • Evaporasi : atau penguapan. Proses perubahan benda dari fase cair ke fase gas. Hewan yang tidak dapat berkeringat seperti burung dan anjing dapat meningkatkan penguapan melalui saluran pernapasan mereka dengan cara terengah-engah.
(Prosser, C. Ladd; Brown, Frank A. 1962)

3. Apa saja parasit dalam saluran respirasi? Jelaskan! (minimal 5)
  • Dictyocaulus viviparus (Sapi)
Jantan: 1.7- 5 mm, betina: 2-8mm. Bibir 4.
Terdapat pada trakea, bronki dan bronkiolus.
Gejala klinis: Batuk spasmodik.
Siklus hidup : Telur dikeluarkan ada yang sudah menetas ada yang belum - larva ditemukan dalam feses Telur/larva dibatukkan tertelan dikeluarkan melalui tinja/ lendir hidung-mulut à dalam Feses menjadi L3 (berpindah ke sporangia Pilobulus) - menyebar - dimakan sapi - usus - limfoglandula mensenterika (1-6 hari PI) - Paru (L4-L5) - Dewasa (2 mg) - Bertelur .
  • Neoascaris / Toxocara vitullorum (Sapi)
Berpredeleksi didalam usus halus. Cacing jantan panjangnya mencapai 25 cm dengan diameter 5 mm. Ujung posteriornya meruncing. Cacing betina panjangnya 30 cm dengan diameter 6 mm. Vulva cacing terletak 1/8 ujung anterior tubuh.
Siklus hidup :
Telur - larva stadium 2 dalam telur (stadium infektif)- usus - vena porta - vena menseterika - hati- paru - Plasenta glandula mamaria - larva keluar lewat air susu - usus - telur dalam feses
Anak sapi jika tertular dari induk mengeluarkan telur pada umur 3 minggu
  • Metastrongylus sp. (Babi)
Spesies: M apri,M.salmi, M. pudentotactus
Bibir 2 berlobus 3 = 6 bibir
Yang betina mempunyai pembesaran prevulva, Jantan: 1-2 mm, Betina 1-2 mm
Lokasi: trakea, bronki, bronkhiola
Siklus Hidup : Tidak langsung
Telur ketika dikeluarkan:Telur berembrio
Telur dimakan cacing tanah - L1 menetas pada usus cacing - L3 - Dimakan babi - usus - menembus dinding usus - sistem limfatik - lgl mensenterika (L4) - sistem peredaran darah/ sistem limfatik - jantung dan paru-paru (dewasa)/24 hari - telur dikeluarkan pada pronki/bronkhiola - dibatukkan ditelan - usus - keluar mlalui feses.
  • Toxocara canis (Anjing)
Jantan: 4-10 cm, tidak punya bursa kopulatrik.
Betina: 5-18 cm
Stadium infektif : Larva 2 dalam telur
Pada feses : ditemukan telur
Morfologi : Telur dalam feses berkembang mjd stadium infektif (9-15 hari) - dimakan anjing - telur menetas menjadi stadium 2 di usus halus - menembus usus halus - melalui sistem limfatik - vena porta hati - hati - vena kava/vena hepatic - jantung - arteri pulmonalis - paru-paru –bronkiol – trachea – pharing - lambung (larva 4) - usus (dewasa) - telur (4-5 mg PI) – anak anjing.
  • Ancylostoma (Anjing, Kucing)
Ukuran jantan: 1.1 cm-1.3 cm Betina: 1.4-2.1 cm
Cacing Kait mempunyai gigi. Penularan dari oral dan kulit, dapat juga terjadi infeksi prenatal, melalui kolustrum.
Spesies: Ancylostoma braziellense, A. caninum, A ceylanicum, A. tubaeformae
Siklus hidup : Jika lewat kulit
Stadium infektif:
Larva 3 Telur - Larva 1 - Larva 2 - larva 3 - menembus kulit - pembuluh limfe/pembuluh darah - jantung - paru - alveoli - bronkhioli - bronchus - faring - esofagus - usus (L4 - dewasa) – Telur (15-218 hari PI)
  • Filaroides osleri (Anjing)
Pada trakhea dan bronkhi/ dalam nodul (Sahara, Ana. 2010).
  • Dictyocaulus viviparus (Sapi)
Jantan: 1.7- 5 mm, betina: 2-8mm. Bibir 4. Terdapat pada trakea, bronki dan bronkiolus.
Siklus hidup : Telur dikeluarkan ada yang sudah menetas ada yang belum - larva ditemukan dalam feses Telur/larva dibatukkan tertelan dikeluarkan melalui tinja/ lendir hidung-mulut à dalam Feses menjadi L3 (berpindah ke sporangia Pilobulus) - menyebar - dimakan sapi - usus - limfoglandula mensenterika (1-6 hari PI) - Paru (L4-L5) - Dewasa (2 mg) - Bertelur (Levine,N.D.1994) .
  • Metastrongylus sp. (Babi)
Spesies: M apri,M.salmi, M. pudentotactus
Bibir 2 berlobus 3 = 6 bibir.Yang betina mempunyai pembesaran prevulva, Jantan: 1-2 mm, Betina 1-2 mm.Lokasi: trakea, bronki, bronkhiola.Siklus Hidup : Tidak langsung
Telur ketika dikeluarkan:Telur berembrio
Siklus hidup:Telur dimakan cacing tanah - L1 menetas pada usus cacing - L3 - Dimakan babi - usus - menembus dinding usus - sistem limfatik - lgl mensenterika (L4) - sistem peredaran darah/ sistem limfatik - jantung dan paru-paru (dewasa)/24 hari - telur dikeluarkan pada pronki/bronkhiola - dibatukkan ditelan - usus - keluar mlalui feses.
  • Toxocara canis (Anjing)
Jantan: 4-10 cm, tidak punya bursa kopulatrik.Betina: 5-18 cm.Stadium infektif : Larva 2 dalam telur .Siklus hidup : Telur dalam feses berkembang mjd stadium infektif (9-15 hari) - dimakan anjing - telur menetas menjadi stadium 2 di usus halus - menembus usus halus - melalui sistem limfatik - vena porta hati - hati - vena kava/vena hepatic - jantung - arteri pulmonalis - paru-paru –bronkiol – trachea – pharing - lambung (larva 4) - usus (dewasa) - telur (4-5 mg PI) – anak anjing (Levine,N.D.1994).
  • Ancylostoma sp (Anjing, Kucing)
Spesies: Ancylostoma braziellense, A. caninum, A ceylanicum, A. tubaeformae
Ukuran jantan: 1.1 cm-1.3 cm Betina: 1.4-2.1 cmCacing Kait mempunyai gigi. Penularan dari oral dan kulit, dapat juga terjadi infeksi prenatal, melalui kolustrum.Siklus hidup : Larva 3 Telur - Larva 1 - Larva 2 - larva 3 - menembus kulit - pembuluh limfe/pembuluh darah - jantung - paru - alveoli - bronkhioli - bronchus - faring - esofagus - usus (L4 - dewasa) – Telur (15-218 hari PI).
  • Filaroides osleri (Anjing)
Pada trakhea dan bronkhi/ dalam nodul.
  • Dictyocaulus vivivarus
Merupakan cacing paru paru pada sapi. Terdapat pada trakea, bronkus, bronkiolus sapi, zebu, unta dan ruminansia lain. Larva stadium pertama panjangnya 310 – 360 mikron dan berdiameter 16 – 19 mikron. Telurnya berbentuk elips berukuran 82 – 88 ml.
  • Dictyocaulus filaria
Cacing ini berpredileksi pada trakea, bronkus, bronkiolus domba dan kambing. Cacing jantan memiliki spiculum dan gubernakulum yang pendek. Larva setadium pertama berukuran sekitar 500 mikron dengan ciri khas adanya tombol kultikuler atau kancing sefalik pada ujung anterior dan ujung ekor yang membulat dan halus.
  • Metastrongylus apri
Berpedileksi pada trakea, bronkus, bronkiolus babi. Cacing jantan memiliki spikulum filiform dan tidak terdapat guberna kulum, pada cacing betina vulva, terdapat pada ujung posterior dari pembesaran prevulva yang merupakan batas yang tegas dengan tubuh bagian anterior dan yang menjulur ke posterior dan ventral. Telur mempunyai permukaan yang berombak dan telah berembrio ketika dikeluarkan (Levine,N.D.1994).
  • Protostrongylus rufescens
Berpedileksi pada trakea, bronkus, bronkeolus domba, kambing, dan hewan serumpun laennya. Ia juga pernah ditemukan pada kelinci. Cacing jantan memliki spikulum yang hampir lurus, gubernaculum dan telamon yang berkembang baik. Pada larva stadium pertama memiliki ciri ekor lurus, meruncing dengan panjang sekitar 48 mikron tanpa spina.
  • Muellerius capillaris
Cacing ini terdapat pada parenkim paru paru domba, kambing, dan berbagai rusa di seluruh dunia. Cacing jantan pada ujung posterior menggulung membentuk spiral, spiculumnya panjang sedangkan gubernakulum diganti dengan 2 batang skllera. Larva pada stadium pertama memiliki ciri denganekor mengombak, spina dorsal kecil pada pangkalnya.
  • Angiosstrongylus cantonensis
Berpredileksi pada arteri paru paru dan cabang cabangnya. Hospes yaitu pada tikus. Pada cacing betina menghasilkan telur yang tidak bersegmen. telur masuk kedalam arteria paru paru dan menetas pada capiler paru paru. Larva pada stadium pertama apabila menginfeksi manusia dapat menginvasi sistem saraf pusatpada manusia (Levine,N.D.1994).
  • Aelurostrongylus abstruktus
Berpredileksi pada parenkim paru paru dan terkadang pada pembuluh paru paru kucing. Telur cacing ini tidak bersegmen ketika dikeluarkan.
  • Crenosoma vullpis
Berpredileksi pada bronkus anjing dan karnivora lain. Cacing jantan mempunyai spikulum yang ramping dan gubernakulum. Cacing betina mempunyai vulva yang terletak dekat pertengahan tubuh dan bersifat ovoviviparosa (Levine,N.D.1994).
  • Neoascaris vitulorum
Berpredileksi pada paru paru sapi. Cacing ini dapat menyebabkan pneumonia dan pada pedet dapat menyebabkan pneumotis apabila terinfeksi larva dari cacing ini.
  • Paragonimus sp
Cacing ini berpredileksi pada paru paru babi (Levine,N.D.1994).
  • Capillaria aerophila
Berpredileksi pada trakea, bronkus, bronkiolus dan kadang kadang pada rongga hidung anjing kucing dan hewan. Cacing jantan memiliki spikulum yang tipis yang biasanya tidak terlihat dan selubung spikulum dipersenjatai oleh spina.
  • Syngamus trachea
Cacaing dewasa berpredileksi pada dinding trakea atau bronkus untuk menghisap darah dan menyebabkan terbentuknya lendir yang banyak. lendir ini dapat menutup saluran udara dan menyebabkan hewan sesak napas,menganga dan batuk (Levine,N.D.1994).

C. Daftar Pustaka
Cunningham, J G. 1992. Textbook of Veterinary Physiologi 3th edition. Philadelphia: WB. Saunders Company
Prosser, C L; Brown, F A. 1962. Animal Physhiologi. Philadelphia: WB. Saunders Company
Sahara, Ana. 2010. Identifikasi Parasit. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan UGM
Levine, N.D.1994.Parasitologi Veteriner.Yogyakarta:Gadjah Mada University Pres

0 komentar:

Posting Komentar

 
© 2009 Diary Veteriner | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan