Learning Objective
1. Parasit
darah
a. Sebutkan
dan jelaskan?
b. Bagaimana
mekanisme infeksi?
c. Bagaimana
respon imun?
Pembahasan
1.
Parasit
darah
a.
Sebutkan
dan jelaskan?
a.
Trypanosomiosis
Trypanosomiosis merupakan penyakit
akibat infeksi dari protozoa genus Trypanosoma. Trypanosoma sp merupakan parasit obligat
intercellular, yang berpredileksi pada plasma darah (Levine,
1994).
·
Trypanosoma evansi
Trypanosoma evansi selain menyerang sapi juga menyerang beberapa
mamalia lainnya. Infeksi parasit ini disebut dengan penyakit surra. Trypanosoma
evansi akan hidup dalam darah melalui vector seperti lalat
penghisap darah golongan Tabanidae (sering disebut lalat pitak atau lalat
kerbau) dengan cara mekanik murni dimana Trypanosoma tidak mengalami
siklus hidup dalam vector (Levine, 1994).
· Trypanosoma congolense
Penyebab penyakit nagana (sleeping sickness),
Lebih patogen daripada brucei pada sapi, Kerbau dan hewan liar terdapat di
dalam darah. Bentuk dalam darah : kecil (8 – 12 μ). Membrana undulan jarang terlihat tidak ada
flagela bebas. Ditularkan oleh lalat tse
– tse, mekanis oleh lalat penggigit (Levine,
1994).
· Trypanosoma
vivax
Kadang – kadang bersama
dengan T. Brucei dan T. Congolense. Patogenitas lebih ringan pada sapi, di
daerah Afrika sub sahara. Panjangnya : 20 – 27 μ,
posterior membulat satu flagellum bebas. Membrana undulans tidak jelas.
Kinetoplas besar di terminal (Levine, 1994).
· Trypanosoma
brucei
Berparasit pada semua mamalia, ruminansia liar di Afrika, Bersifat
fatal, penyebab penyakit nagana, ruminan liar sebagai reservoir T. brucei tidak menular pada manusia.
Bentuk lebih langsing, buntak, Berparasit dalam darah, limfe dan cairan
cerebrospinal dengan Pembelahan ganda memanjang, Ukuran ± 29 μ-42 μ,
Posterior meruncing, kinetoplas 4 μ dari
ujung, Flagella bebas dan panjang . Penularan melalui lalat tse-tse (genus
Glossina) lalat kuda dan Tabanidae → vektor mekanis (Levine, 1985).
· Trypanosoma equinum
Terdapat di Amerika Selatan, Menyebabkan mal de
caderas pada kuda (sapi, anjing, domba, kambing). Mirip dengan penyakit surra.
perbedaanya dengan T. evansi tidak ada kinetoplas. Mungkin penjelmaan dari T. evansi. memiliki panjang lebih
kurang 35 μm. Vektor : Tabanidae (Stomoxys) (Levine,
1994).
· Trypanosoma
equiperdum
Ada di seluruh dunia. Pada kuda, sapi, keledai
disebut penyakit dourine. Ditemukan pada darah dan limfe. Menyerupai evansi, tetapi
menyebabkan penyakit kelamin. Ditularkan melalui coitus (kawin) morrfologi : 16-35
μm monomorf kinetoplas sub terminal, plasma bergranula
(Levine,
1994).
·
Trypanosoma
theileri
Berparasit dalam darah
sapi di seluruh dunia, Biasanya tidak patogen. Bentuk relatif besar, 35-70 μm
(120 μm pernah dilaporkan), Ditularkan oleh Tabanus dan haematopota. Ujung
posterior panjang dan runcing. Membarana undulan jelas flagela bebas. Dalam
darah : tripomastigot – epimastigotDitularkan melalui tinja lalat.Pada beberapa
kasus produksi susu mengalami penurunan dan aborsi
(Levine,
1994).
· Trypanosoma melophagium
Non patogen pada domba, memiliki panjang 50-60 μm, ditularkan oleh : Melophagus ovinus, melalui
pencernaan tinja dan infeksi melalui kontaminasi kulit
(Levine,
1994).
· T.
lewisi
Berparasit pada tikus. Ditularkan oleh pinjal
Ceratophyllus fasciatus Panjangnya mencapai 26-34 μm dengan bagian posterior runcing. Non patogen
biasanya digunakan untuk penelitian (Levine,
1994).
· T.
nabiasi
Berparasit pada kelinci di Eropa. Ditularkan
oleh pinjal Spilopsylla cuniculi dan Non pathogen (Levine,
1994).
· T.
rangeli
Parasit pada darah anjing, kucing, kera di
Amerika selatan dan tengah, Non-patogen, harus dibedakan dengan T. Cruzi. Ukuran
26-36 μm Kinetoplas kecil Reproduksi
binary fission. Ditularkan oleh kutu pencium dengan pencemaran tinja (Levine, 1994).
· Trypanosoma
cruzi (chagas disease)
Berparasit pada manusia di Amerika Selatan dan tengah, Pada hewan
liar, armadillo, kus-kus → reservoir (termasuk tikus). Penyakit serius dan
mematikan pada manusia (37 juta di seluruh dunia terinfeksi) bentuk
tripomastigot di darah, tetapi tidak membiak masuk ke dalam retikuloendotelial
dan otot melintang → amastigot → berbiak
predileksi di urat daging jantung. tripomastigot : 16-20 μm, posterior runcing, flagela bebas, membrana
undulan sempit. vektor : kutu pencium hemiptera. (Levine,
1994).
Gejala Klinis
Setelah melewati masa inkubasi timbul gejala umum :
temperatur naik, lesu, letih dan nafsu makan terganggu. biasanya hewan dapat
mengatasi penyakit walaupun dalam darahnya ada Trypanosoma
bertahun-tahun.Apabila sakit : demam selang seling, oedema bawah dagu
dan anggota gerak, anemia, makin kurus dan bulu rontok. Mucosa
menguning awalnya cermin hidung mengering lalu keluar lendir dan air mata dan
sering makan tanah. Ketika masuk cairan cerebrospinal : sempoyongan,
berputar-putar,gerak paksa dan kaku (Levine, 1994).
b.
Babesiosis
(Piroplasmosis)
Babesiosis merupakan penyakit akibat
infeksi oleh protozoa darah genus Babesia.
Babesia merupakan parasit obligat intracellular, pada sapi spesies yang
pathogen adalah Babesia bigemina, Babesia
divergens, dan Babesia bovis.
Babesia
bigemina, di dalam
eritrosit sapi lebih sering ditemukan berpasangan dengan sudut lancip,
berbentuk piriform, bulat (berdiameter 2 – 3 mikron), oval atau tidak teratur.
Vektor dari parasit ini adalah tungau, antara lain adalah Boophilus, Haemaphysalis, dan Rhipicephalus
(Levine,
1994).
Gejala Klinis
•
Mortalitas lebih dari 50% tergantung dari umur, bangsa, dsb.
•
Demam tinggi (diatas 41,5OC)
• Urin berwarna merah-coklat-kehitaman
• Anemia (Levine,
1994).
c.
Theileriosis
Theileriosis merupakan penyakit akibat
infeksi dari protozoa genus Theileria, suborder Piroplasmorina. Theileria
sp merupakan parasit obligat
intracelluler. Spesies yang pathogen terhadap sapi ada 2 yang terkenal, yaitu T.
parva, yang menyebabkan demam pada sapi di Afrika bagian timur, dan T.
annulata, yang menyebabkan theileriosis tropis (Levine, 1996).
Theileria sp.
Ditularkan melalui vector biologi. Rhipicephalus appendiculatus adalah
vector yang paling penting untuk T. parva, tetapi R. zembeziensis dan R. duttoni juga bias
menularkan parasit ini. Sedangkan T. annulata ditularkan oleh vector Caplak Ixodidae (Levine, 1994).
Gejala Klinis
Gejala
klinis dari infeksi Theileria parva adalah
demam, anoreksia, produksi susu menurun, petechie dapat ditemukan pada
konjungtiva, dan pertumbuhan terhambat (Levine,
1994).
b. Bagaimana
mekanisme infeksi?
a.
Siklus Hidup Toxoplasma
Didalam tubuh
vektor, dimulai sejak lalat menghisap darah penderita, bersama darah juga akan
terhisap gamon (mikro dan makro)-gamet, didalam tubuh lalat mikrogamet akan
secara aktif mencari makrogamet untuk kawin, hasil perkawinan terbentuklah
zygot berbentuk bulat kemudian berkembang lebih lanjut bentuknya berubah memanjang dan dapat
bergerak disebut ookinet, ookinet
bergerak menuju dinding usus tengah untuk membentuk ookista, ookista mengalami
proses sprogony (pembentukan sporozoit) dengan menbelahan berlipat ganda
(skizogoni) menghasilkan sporozoit, sporozoit akan bermigrasi menuju kelenjar
air liur sehingga lalat menjadi infektif (Levine, 1994).
Didalam tubuh hewan peka, dimulai juga saat lalat infektif menghisap darah,
sporozoit yang berada didalam kelenjar ludah akan ikut tersebar kedalam
peredaran darah, kemudian akan memasuki sel endotel (ginjal, hati dan
paru-paru) serta didalam ruangan berisi darah atau didalam jaringan (jantung,
limpa, pankreas, thymus, otot-otot, usus, tarakhea, ovarium, kelenjar adrenal,
dan otak. Sporozoit mengalami proses merogony (pembentukan merozoit) dengan
cara pembelahan berlipat ganda (skizogoni) sehingga dibebaskan banyak merozoit.
Merogoni berlangsung beberapa kali, kemudian mengalami proses gametogony
(pembentukan gamet) akhirnya terbentuklah (mikro dan makro)-ganet. Gamet ini
akan ikut terhisap saat lalat menghisap darah maka terulanglah siklus seperti
diatas
(Levine,
1994).
b.
Siklus hidup
Babesia
Tropozoit
yang ikut masuk pada saat caplak menghisap darah akan memasuki eritrosit,
selanjutnya akan mengalami proses merogony (pembentukan merozoit) melalui
pembelahan ganda (biner), penguncupan
(endodyogeni), endopolygeny dan atau perbanyakan berlipat ganda (skizogoni), di
dalam endotel pembuluh darah organ sehingga dihasilkan merozoit. Sebagai akibat terjadi perbanyakan merozoit mengakibatkan
sel endotel pecah dan merozoit akan memasuki sel endotel baru. Siklus aseksual
ini berlangsung tidak terbatas, pada akhirnya akan terbentuk akan menginfeksi
eritrosit (Levine, 1994).
Pada
saat caplak menghisap darah, merozoit ikut terhisap, didalam tubuh caplak ada
kemungkinan terjadi perkembangan seksual (terbukti dengan ditemukannnya parasit
berpasangan dan berada dalam kontak yang erat dan kelihatan akan bersatu dan
”Mehlhorn et al (1981)” menganggap persatuan itu merupakan permulaan syngamy
atau merozoit tetap berkembang dengan pembelahan sederhana (ganda)
menghasilkan parasit vermiform dan masuk
kedalam rongga badan. Vermiform bergerak dengan cara meluncur, kemudian memasuki
ovarium untuk menuju telur. Didalam telur parasit vermiform akan berubah bentuk
menjadi bulat dan memperbanyak diri dengan pembelahan ganda, setelah larva
caplak menetas parasit tidak berkembang tetapi ketika larva menyilih (ekdisis)
menjadi nimpa parasit memasuki kelenjar ludah dan berkembang secara pembelahan
sederhana (ganda) menjadi Tropozoit sehingga
caplak menjadi infektif (Levine, 1994).
c.
Siklus Hidup Theileria
Siklus seksual terjadi di dalam tubuh
caplak, didalam usus nimpa caplak (Amblyomma variegatum, A. cohaerens dan Haemaphysalis hebraeum), 5 – 7 hari
setelah menghisap darah, terjadi syngamy isogamet dan terbentuklah Zgot. Zygot
dapat ditemukan didalam usus mulai hari ke-29, berkembang menjadi Ookinet mulai
hari ke-30 (yaitu 3 – 4 hari setelah nimfa berganti kulit menjadi dewasa).
Mulai hari ke-34 Tropozoit ditemukan didalam kelenjar ludah
Siklus aseksual terjadi di dalam tubuh
hospes, dimulai sejak caplak infektif menghisap darah maka Tropozoit juga akan
ikut diinjeksikan. Tropozoit akan paling
aktif meginfeksi sel endotel terutama kelenjar limfe dan limpa untuk
melanjutkan proses Merogoni secara perbanyakan berlifat ganda (Skizogoni),
Makroskizon akan menghasilkan makromerozoit yang nantinya akan menginfeksi
Limfosit dan mengalami skizogoni lagi menghasilkan Isogamet. Syngamy isogamet
menghasilkan Zygot dan berkembang lebih lanjut menghasilkan Tropozoit yang
menginfeksi eritrosit (Levine, 1994).
c. Bagaimana
respon imun?
Antibodi serum ditujukan terhadap
antigen permukaan protozoa, dapat melakukan opsonisasi, aglutinasi, dan
membatasi pergerakan protozoa. Antibodi bersama-sama dnegan komplemen dan sel
sitotoksik dapat membunuh protozoa dan sebagian antibodi (disebut ablastin)
dapat menghambat enzim protozoa sedemikian rupa sehingga replikasinya dicegah.
Reaksi lokal hipersensitivitas tipe I yang terjadi, tidak hanya mengganggu
tetapi juga menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
antibodi IgG dapat keluar mencapai daerah infeksi untuk kemudian membatasi,
menangkap, dan menghilangkan organisme tersebut.
Antibodi bersama dengan komplemen
dapat menghilangkan organisme yang terdapat bebas dalam cairan tubuh dan dengan
demikian mengurangi penyebaran organisme di antara sel, tetapi pengaruhnya
hanya sedikit atau bahkan tidak sama sekali untuk parasit intraselular.
Organisme intraselular ini dihancurkan melalui respon imun berperantara sel.
Limfosit T yang telah disensitisasi melepaskan limfokin sebagai respon terhadap
ribonukleoprotein dalam toksoplasma. Limfokin ini dapat bereaksi pada makrofag,
mula-mula membuatnya tahan terhadap efek letak terhadap toksoplasma dan kedua
membantu makrofag membunuh organisme intraselular dengan menghilangkan hambatan
pada fusi lisosom dan fagosom. Di samping itu sel T sitotoksik dapat juga
menghancurkan takhizoit toksoplasma dan sel yang tertulari toksoplasma.
Interferon aktif terhadap toksoplasma karena kemampuannya untuk mengaktivasi
makrofag dan merangsang sel sitotoksik (Tizard, 1982).
Daftar
Pustaka
Anonim, 2009. Theileriosis.
www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/ theileriosis_theileria_parva_and_theileria_annulata.pdf.
Diakses pada 7 Maret 2012
Levine, N. D. 1994.
Parasitologi Veteriner. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tizard, Ian.
1982. Pengantar Imunologi Veteriner.
Philadelphia: W.B Saunders Company.
0 komentar:
Posting Komentar