I. Learning Objective
1. Apa definisi SKT (Skor Kondisi Tubuh) dan bagaimana kriterianya?
2. Bagaimana manajemen peternakan sapi perah yang baik dan sesuai animal welfare?
3. Apa yang dimaksud dengan GVP (Good Veterinary Practise)?
II. Pembahasan
1. Apa definisi SKT (Skor Kondisi Tubuh) dan bagaimana kriterianya?
· Definisi SKT
SKT adalah peneraan subyektif pada seluruh bagian tubuh yang bersifat semikuantitatif. Evaluasi dilakukan dengan melihat karakteristik dan melakukan palpasi atau perabaan pada daerah tubuh tertentu. Evaluasi tersebut didasarkan pada kriteria yang cukup sederhana yaitu, ukuran dan lokasi penimbunan lemak, struktur tulang yang kelihatan atau tidak kelihatan serta siluet hewan (Triakoso, 2008).
SKT adalah alat manajemen yang berguna untuk membedakan perbedaan kebutuhan gizi sapi daging sapi dalam kawanan. Sistem ini menggunakan skor numerik untuk memperkirakan cadangan energi dalam tubuh sapi.
Kegunaan penilaian SKT:
a. Pendugaan status nutrisi (kualitas & kuantitas).
b. Mengetahui status reproduksi sapi.
c. Indikasi penyakit2 kronis tertentu.
d. Indikasi investasi endoparasit (kecacingan atau parasit darah).
e. Status SKT:
Undercondition à tidak dikehendaki
Optimum condition à terbaik utk reproduksi
Overcondition à tidak dikehendaki (Prabowo,2010).
· Kriteria penilaian SKT sapi perah
Untuk menentukan bakalan yang akan dipilih dalam usaha pembudidayaan sapi perah dapat ditentukan berdasarkan penampakan sapi dengan penilaian/skoring dengan kriteria sebagai berikut:
a. Skor 1 : pada sapi terlihat tidak adanya lemak pada pangkal ekor dan iga pendek. Sapi dengan penampilan seperti ini dapat dikatakan terlalu kurus, bermutu rendah, dan mungkin sebelumnya pernah sakit.
b. Skor 2 : sapi dengan iga pendek terlihat dan terasa sudah agak tumpul, pada pangkal ekor terdapat sedikit lemak. Sapi seperti ini dapat dikategorikan sebagai sapi bermutu cukup atau sedang.
c. Skor 3 : iga pendek sulit dirasakan dan pangkal ekor mulai gemuk.
d. Skor 4 : sapi telah mencapai tingkat gemuk sehingga penambahan berat signifikan (cocok digunakan sebagai sapi potong). (Nono, 2007)
- BCS optimum reproduksi à 3,0 – 3,5.
- Sapi perah yang SKT -nya antara 4 – 4,5 pada saat melahirkan mempunyai resiko terkena gangguan metabolisme seperti ketosis karena terlalu banyak lemak tubuh yang dimobilisasi untuk memproduksi susu. Oleh karena itu, over SKT sangat tidak diharapkan.
- Begitupun sebaliknya, sapi perah yang SKT -nya kurang dari 1,5 menandakan besarnya ketidakseimbangan energi dan umumnya sapi sulit bunting (fertilitas rendah).
· Lokasi Penilaian SKT
a. Tonjolan tegak tulang belakang,
b. antara tonjolan tegak dengan tonjolan datar tulang belakang,
c. tonjolan datar tulang belakang,
d. legok lapar,
e. tonjolan tulang pinggul depan dan belakang,
f. daerah antara tonjolan tulang pinggul depan – belakang,
g. daerah antara tonjolan tulang pinggul depan kiri dengan depan kanan,
h. Daerah antara tulang ekor dengan tonjolan tulang pinggul belakang.
2. Bagaimana manajemen peternakan sapi perah yang baik dan sesuai animal walfare?
Menurut International Dairy Federation dan FAO (Food and Agriculture Organization) dalam Guide to Good Dairy Farming Practice (2004), terdapat lima aspek penting untuk tata laksana peternakan sapi perah yang baik:
A. Kesehatan hewan
Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk pemeliharaan sapi dengan melihat body condition scoring, nilai BCS yang ideal adalah 3,5 (skala 1-5). Jika BCS lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan setelah melahirkan retensi plasenta, distokia, ketosis dan panaritium. Sedangkan kondisi tubuh yang kurus menyebabkan produksi susu menurun dengan kadar lemak yang rendah. Selain itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam kesehatan sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan peralatan pemerahan yang baik
Ciri-ciri sapi perah betina yang baik:
1. Kepala panjang , sempit, halus, sedikit kurus dan tidak banyak berotot
2. Leher panjang dan lebarnya sedang, besarnya gelambir sedadang dan lipatan-lipatan kulit leher halus
3. Pinggang pendek dan lebar
4. Gumba, punggung dan pinggang merupakan garis lurus yang panjang
5. Kaki kuat, tidak pincang dan jarak antara paha lebar
6. Badan berbentuk segitiga, tidak terlalu gemuk dan tulang-tulang agak menonjol (BCS umumnya 2)
7. Dada lebar dan tulang -tulang rusuk panjang serta luas
8. Ambing besar, luas, memanjang kedepan kearah perut dan melebar sampai diantara paha. Kondisi ambing lunak, elastis dan diantara keempat kuartir terdapat jeda yang cukup lebar. Dan saat sehabis diperah ambing akan terlimpat dan kempis, sedangkam sebelum diperah gembung dan besar.
9. Produksi susu tinggi,
10. Umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
11. Berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
12. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
13. Tiap tahun beranak (Anonim a, 2009).
B. Kehigienisan susu
Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, S., 1983).
Kontaminasi air susu dapat terjadi karena :
1. Cara pemerahan yang tidak hygienis, antara lain :
a. Tidak menggunakan kandang perah yang bersih, sehingga berbau.
b. Tidak menggunakan alat perah yang bebas hama, seperti milk can.
c. Ternak tidak dibersihkan dari kotoran, terutama bagian yang berdekatan dengan anus dan ambing.
d. Tangan pemerah tidak dibersihkan terlebih dahulu.
e. Cara memerah yang salah dan
f. Sapi dan pemerah sakit.
2. Penyimpanan air susu pada can yang berkaitan dengan bau ruangan, keadan debu, temperatur dan kelembaban ruangan.
3. Pengolahan air susu.
4. Transportasi air susu (Saleh, 2004).
Cara Pemerahan
· Persiapan Sapi Yang Akan Diperah.
Sesaat sebelum memerah, ambing sapi dan daerah lipat pahanya di lap dengan lap bersih yang telah dibasahi dengan air hangat. Pengguntingan rambut daerah lipat paha akan menjamin kebersihan susu.
· Peralatan Dalam Memerah Susu.
Ember dengan mulut sempit adalah terbaik untuk menampung susu sewaktu diperah. Penggunaan ember dengan mulut sempit dapat mengurangi jumlah kuman dalam susu. Pencucian peralatan misalnya ember, milk can, botol dan lain-lain sebaiknya dengan menggunakan air panas dan larutan chloor. Hal ini dapat melarutkan lemak susu yang menempel pada alat-alat tersebut. Peralatan yang tidak bersih dalam penanganan susu mengakibatkan susu banyak mengandung kuman.
· Persiapan Pemerah.
Penyakit manusia dapat menular kepada orang lain melalui susu, oleh karena itu pemerah susu maupun yang menangani susu hendaknya bebas dari penyakit menular. Pemerah hendaknya memakai pakaian bersih dan harus mencuci tangannya sebelum pemerahan. Pakaian yang berwarna putih sebaiknya dipakai pemerah, sehingga mudah diketahui apabila kotor, selain itu akan nampak harmonis dengan warna susu. Untuk menjaga kesehatan pemerah maupun yang menangani susu hendaknya pemeriksaan kesehatan dilakukan enam bulan atau setahun sekali (Deptan, 1998).
C. Pemberian pakan dan minum ternak
Pakan sapi perah umumnya dibagi tiga :
a. Hijauan :
- Rumput - rumputan : Rumput gajah ( Pennisetum purpureum),
Rumput Raja (King grass), setaria, benggala (Pennisetum maximum),
rumput lapang dan BD (Brachiaria decumbens),
- Kacang-kacangan : Lamtoro, turi, gamal
b. Konsentrat : Dedak, bunkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung kedelai.
c. Limbah pertanian : Jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, dll.
Pakan yang diberikan kepada sapi perah secara umum berupa hijauan 60 % dari
BK (berat kering) dan 40 % Konsentrat. (Anonim a, 2009).
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. (Anonim a, 2009).
D. Kesejahteraan hewan
WSPA menaksirkan kesejahteraan hewan menggunakan aturan Lima Kebebasan Hewan:
· Freedom from hunger and thirst—kebebasan dari kelaparan dan kehausan
· Freedom from discomfort –kebebasan dari ketidaknyamanan
· Freedom from pain, injury, and disease—kebebasan dari rasa sakit, terluka, dan penyakit
· Freedom from fear and distress –kebebasan dari rasa takut dan stress
· Freedom to express normal behavior—kebebasan untuk mengekspresikan perilaku alamiah (FAWC 2003)
E. Lingkungan
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
Menurut Juheini (1999), sebanyak 56,67 persen peternak sapi perah membuang limbah kebadan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine, sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991; Prasetyo et al., 1993).
Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis (Hidayatullah et al., 2005).
3. Apa yang dimaksud dengan GVP (Good Veterinary Practise)?
GVP menunjukkan penggunaan sepantasnya obat-obatan hewan, termasuk tambahan pakan (aditif), berdasarkan penggunaan yang sesuai, dalam hal dosis, aplikasi dan periode pemakaian untuk memberikan perawatan hewan yang cukup, dan sedapat mungkin meninggalkan sedikit sisa pada makanan hasil dari hewan.
Penyakit pada sapi perah dapat menimbulkan kerugian ekonomis yang tidak sedikit yaitu dapat berupa penurunan produksi susu, terlambatnya pertumbuhan sapi muda dan kematian ternak. Sapi perah yang terkena penyakit akan memerlukan pengobatan dan akibatnya akan mempertinggi biaya produksi, oleh karena itu tindakan yang paling tepat dilakukan adalah pengamanan penyakit dengan mengadakan pencegahan. Beberapa penyakit yang dapat menyerang sapi perah adalah:
Mastitis (Radang Kelenjar Susu)
· Penyebab : Bakteri streptococcus cocci dan Stapphylococcus cocci
· Penularan : Bakteri masuk melalui puting susu dan berkembang biak dalam saluran susu
· Gejala spesifik :
· Adanya peradangan pada saluran kelenjar susu dan perubahan fisik dan kimiawi air susu
Milk Fever (Demam Susu)
· Milk Fever adalah penyakit gangguan metabolisme yang menimpa sapi-sapi betina yang akan atau sedang melahirkan ataupun dekat sesudah melahirkan. Sebagian besar penyakit ini menimpa sapi-sapi yang sedang berproduksi.
· Penyebab : Kekurangan Ca yang akut. Hal ini akan menimbulkan gangguan metabolisme mineral, yakni metabolisme Ca yang bisa berakibat kepada seluruh tubuh.
· Gejala-gejala : Sapi menjadi lumpuh. Kelumpuhan ini bisa terjadi beberapa hari sebelum ataupun sesudah melahirkan.
Brucellosis Abartus Bang (Penyakit keguguran Menular; Penyakit Keluron)
· Penyebab : Kuman Brucella abortus
· Penularan : Kuman penyakit ini dapat masuk kedalam badan bersama-sama makanan dan minuman. Kadang-kadang dapat juga terjadi penularan melalui sapi pemacek pada waktu perkawinan.
· Gejala spesifik: Adanya radang dari alat kelamin, terjadinya keguguran dan kemungkinan terjadinya sterilitas.
Bloat (Kembung Perut)
· Penyebab : Gangguan pencernaan karena gas didalam perut tidak bisa keluar, karena proses fermentasi yang terlalu cepat sehingga membentuk timbunan gas yang cukup banyak dalam perut. Biasanya dikarenakan pemberian daun kacang-kacangan terlalu banyak atau hijauan yang basah.
· Gejala : Lambung pada sisi kiri bagian atas membesar dan menjadi sangat kencang sehingga berbunyi apabila dipukul dengan jari
Antrax (Radang Limpa)
· Penyebab : Bacillus anthracis
· Penularan : Melalui makanan, minuman, pernafasan serta kulit. Sumber penularan dan penyebaran penyakit dapat berupa tanah yang sudah tercemar, air, tanaman yang tumbuh diatasnya, binatang kecil yang menggigit dan meghisap darah. Kuman ini dapat membentuk spora sehingga dapat tetap hidup bertahun-tahun didalam tanah.
· Gejala spesifik:
· Adanya demam yang akut dan terjadi pembesaran limpa. Pada sapi yang telah mati dari mulut, hidung keluar darah dan dari anus keluar kotoran yang berwarna hitam.
Apthae Epizootica (Penyakit Mulut dan Kuku)
· Penyebab : Virus
· Gejala spesifik : Luka atau lepuh pada selapu lendir mulut, kuku dan celah-celah kuku
Tubercullosis (TBC)
· Penyebab : Microbacterium tuberculose
· Penularan : Umumnya infeksi terjadi melalui pernafasan tapi kadang-kadang juga melalui pencernaan.
· Gejala spesifik: Ditandai dengan pembentukan bungkul-bungkul (teberkel) pada alatalat dimana kuman tersebut berkembang. Bila kuman TBC menyerang alat kelamin dapat menyebabkan sterilitas; bila menyerang susunan syaraf menyebabkan kelumpuhan dan bila menyerang alat pencernaan menjadi diarhea.
III. Daftar Pustaka
Anonim. 2004. Guide to Godd Dairy Farming Practice. Roma: International Dairy Federation dan FAO UN
Anonim a, 2009. Manajemen Pengelolaan Sapi Perah. Diakses dari: http://duniaveteriner.com/2009/05/manajemen-pengelolaan-sapi-perah. Diakses pada 29 November 2011
Charles RT dan Hariono, B. 1991. Pencemaran Lingkungan oleh Limbah Peternakan dan
Pengelolaannya. Bull.FKH-UGM Vol. X: 2
Deptan, 1998. Pasca Panen Susu. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
Hadiwiyoto, S., 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Yogyakarta :Penerbit Liberty
Hidayatullah, G., M. Kooswardhono, dan N. Erliza. 2005. Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah Mealui Penerapan Konsep Produksi Bersih. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.1, Maret 2005 : 124-136
Juheini, N dan Sakryanu, KD. 1998. Perencanaan Sistem Usahatani Terpadu dalam Menunjang Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan : Kasus Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Jurnal Agro Ekonomi (JAE) Vol. 17 (1). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbangtan. Deptan. Jakarta
Ngadiyono, Nono. 2007. Beternak Sapi. Yogyakarta : PT. Citra Aji Pratama
Prasetyo, S dan Padmono, J. 1993. Alternatif Pengelolaan Limbah Cair dan Padat RPH. Prosiding Workshop Teknologi Lingkungan. BPPT. Jakarta
Prabowo, 2010. Body Condition Scoring (BCS) dan Status Reproduksi Sapi.ppt. Bagian Reproduksi dan Obstetri FKH UGM. Yogyakarta
Soehadji, 1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Petemakan. Makalah Seminar. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera Utara: USU Digital Library.
Triakoso, 2008. http://triakoso.blog.unair.ac.id/category/ternak/page/2. Diakses pada 29 November 2011
0 komentar:
Posting Komentar