Fisiologi Reproduksi Hewan Betina

I. Learning Objective
1. Bagaimana fisiologi sistem reproduksi betina?
2. Apa saja parasit yang terdapat di organ reproduksi betina?
3. Apa saja patologi yang terdapat di organ reproduksi betina?
II. Pembahasan
1. Bagaimana fisiologi sistem reproduksi betina?
1. Perkembangan sel telur
OOGENESIS (ovogenesis)

  • Proses pembentukan dan perkembangan ovum
  • Differensiasi ova terjadi dalam 2 tahap yaitu tahap mitosis dan tahap meiosis
  • Mitosis (Multiplikasi) : Oogania berproliferasi dari germ sel (primordia) menghasilkan beberapa generasi sel yang identik.
  • Oogonia memasuki profase pada pembelahan meiosis I setelah menjadi oosit primer. Oosit primer berhenti pada profase sampai dewasa kelamin terjadi.
  • Pembelahan meiosis I menyebabkan terjadinya perubahan oosit primer ke oosit sekunder. Pada umumnya terjadi sebelum ovulasi, kecuali pada kuda dan anjing pembentukan oosit sekunder terjadi pasca ovulasi. Pada saat ovulasi oocit pada stadium metafase II dari meiosis II.
  • Pembelahan meiosis II berlanjut bila spermatozoon menembus zona pelusida dan mengaktifkan oosit sekunder.
Oosit primer dalam folikel primer masih berupa sel diploid yang mengandung 46 kromosom. Dari pubertas sampai menopause, sebagian dari kumpulan folikel mulai berkembang, menjadi folikel sekunder (antrum) secara siklis. Sesaat sebelum ovulasi, oosit primer, yang nukleusnya berada dalam fase henti meiosis selama bertahun-tahun, akan menyelesaikan pembelahan meiosisnya yang pertama. Pembelahan ini menghasilkan 2 sel anak, masing-masing menerima satu set yang terdiri dari 23 kromosom ganda. Namun hampir semua sitoplasma berada berasama salah satu sel anak yang sekarang disebut sebagi oosit sekunder dan ditakdirkan menjadi ovum. Kromosom di sel anak lainnya dengan sedikit bagian sitoplasma membentuk badan polar pertama. Dengan cara ini, calon ovum kehilangan separuh dari kromosomnya untuk membentuk sebuah gamet haploid tetapi mempertahankan semua sitoplasmanya yang kaya nutrien. Masuknya sperma ke dalam oosit sekunder diperlukan untuk memicu pembelahan meiosis kedua. Oosit yang tidak mengalami fertilisasi tidak akan pernah menyelesaikan pembelahan ini. Selama pembelahan ini, separuh set kromosom bersama sedikit sitoplasma disingkirkan sebagai badan polar kedua. Separuh set kromosom lainnya, yakni 23 kromosom tanpa pasangan, tertinggal dalam apa yang disbeut dengan ovum matang (Sherwood, 2001).
2. Siklus estrus
1.      Siklus estrus

Sapi
Domba
Babi
Kuda
Kambing
Siklus Estrus (hr)
Metestrus (hr)
Diestrus (hr)
Proestrus (hr)
Estrus (hr)
Ovulasi
21
3-4
10-14
3-4
12-18
10-12 jam post estrus
17
2-3
10-12
2-3
24-36
Akhir estrus
20
2-3
11-13
3-4
48-72
Mid estrus
22
2-3
10-12
2-3
4-8 hari
1-2 hr sblm akhir estrus
21
2-3
13-15
2-3
30-40
Bbrp jam sesudah estrus
(Anonimous, 2004).
Estrus adalah periode aktivitas reproduksi yang bervariasi dipengaruhi oleh hormon trofik adenohipofisis
Estrus dibagi 5 periode secara kontinyu yaitu proestrus, estrus, metestrus, diestrus dan anestrus.
1) Proestrus: peningkatan pertumbuhan folikel di bawah pengaruh FSH à mulai produksi estrogen à level estrogen meningkat, dan progesteron menurun.
2) Estrus : ditandai pengaruh puncak estrogen pada organ kelamin, periode birahi,betina mau ditangkari.
3) Metestrus : tahap peralihan, estrogen menurun dan progesteron mulai naik.
4) Diestrus : pengaruhi hanya progesteron, fertilisasi ova diikuti kebuntingan yang merupakan diestrus panjang.
5) Anestrus: terjadi bila tidak ada fertilisasi, merupakan periode yang panjangnya bervariasi, alat reproduksi relatif laten.
Perbedaan spesies
– Hewan bersifat monoestrus atau poliestrus. Hewan monoestrus (anjing) 1 siklus estrus diikuti anestrus panjang.
– Hewan poliestrus (sapi, babi, rodensia) 1 siklus estrus berakhir diestrus dan kembali ke proestrus.
– Hewan poliestrus musiman (kuda, kucing, domba, kambing) diestrus diikuti anestrus sebelum proestrus, anestrus hewan ini lebih pendek dibandingkan hewan monoestrus.
Perubahan-perubahan yang terjadi selama Siklus Estrus :
1) Proestrus
o Ovarium à tanggap terhadap FSH, folikel tumbuh cepat, mulai aktivitas sekresi estrogen.
o Uterus à epitelium permukaan hipertrofi, glandula uterina lurus, jaringan ikat vaskularisasi dan kongesti, terjadi hemoragi, heterofil menembus epitelium permukaan. Pada kucing, glandula lurus dan terjadi hemoragi dalam lamina propria mukosae. Pada anjing, endometrium tebal dan glandula membesar sedangkan epitelium permukaan berbentuk kolumner.
o Vagina à epitelium permukaan kornifikasi., batas sitoplasma yang membulat digantikan tepi yang lurus, inti piknotik dan mungkin menghilang, ditengah tengah proestrus, eritrosit banyak,macam bakteri ditemukan bebas (di atas atau dalam sel epitel)
2) Estrus
o Ovarium à folikel masak, sekresi estrogen maksimum, sekresi FSH turun dan sekresi LH mulai à ovulasi. Ovalasi dianggap sebagai transisi antara estrus dan metestrus atau bagian tahap metestrus.
o Uterus à pada anjing endometrium tebal, epitelium permukaan proliferasi dan kelenjar berkembang sekali, aktivitas sekresi bertambah. Infiltrasi leukosit mononukleus di epitelium, ruang jar. ikat terjadi kongesti, edema dan hemoragi.
o Vagina à epitelium kornifikasi dengan tepi sel piknotik. Estrus akhir à sel epit. tanpa inti, jumlah eritrosit berkurang, berbagai bakteri ditemukan, debris sel banyak, neutrofil muncul lagi 1-2 hari sebelum diestrus. Pada usap vagina anjing, terdapat banyak sekali sel superfisial, sedikit eritrosit, banyak bakteri, netrofil tidak normal ditemukan.
3) Metestrus
o Ovarium à korpus luteum berkembang, sekresi progesteron mulai.
o Uterus à hiperplasi kelenjar berlanjut, kelenjar berkelok, aktivitas sekresi berlanjut, edema berkurang/hilang. Pada sapi, terjadi hemoragi, banyak eritrosit pada hemoragi di bawah sel epit. permukaan, sel permukaan dan sel kelenjar bentuk kolumner atau kuboid. Pada anjing, kelenjar dan uterus membesar.
4) Diestrus
o Ovarium à korpus luteum dan sekresi progesteron maksimum, bila tidak bunting -> korpus luteum involusi dan degenerasi menjadi korpus albikans pada akhir diestrus, bila bunting -> korpus luteum maksimum.
o Uterus à hiperplasi glandula maksimum, kelenjar berkelok, bila fertilisasi -> sekresi glandula maksimum dipertahankan, bila tidak fertilisasi -> vakularisasi berkurang, aktivitas sekresi berhenti, sel permukaan dan kelenjar involusi. Pada anjing, endometrium dan glandula berkembang maksimum.
5) Anestrus
3. Tahapan dari ovulasi sampai implantasi
  • Ovulasi ditimbulkan oleh lonjakan gonadotropin praovulasi yang diinduksi oleh estrogen
  • Pada hewan umumnya dapat terjadi dimana saja pada permukaan ovarium
  • Pada kuda terjadi di fosa ovulasi, karena susunan kortek dan medulanya
  • Tidak terjadi penekanan pada ovarium
  • Noda nekrotik / parut terjadi dan otolisis
  • Oosit dengan koronanya terbebas
  • Folikel kolaps
Sel techa dan granulosa membentuk korpus luteum dalam folikel yang sudah kosong
Siklus ovulasi

Tahap Fertilisasi
1. Sperma diejakulasikan dari penis, lalu sebelum menuju ke ampula tubae uterinae, harus melewati beberapa tahap, yaitu:
a. Kanalis servikalis
Selama daur haid berlangsung, mukus servikalis terlalu tebal untuk dilewati oleh sperma. Hal ini dikarenakan kadar estrogen yang rendah sedangkan kadar progesteron yang tinggi.
Ketika folikel ovum matang, maka kadar estrogen akan menjadi tinggi. Hal ini mengakibatkan mukus servikalis tersebut menjadi tipis dan encer, sehingga sperma dapat melewati kanalis servikalis.
b. Uterus
Kontraksi dari miometrium akan mengaduk sperma ke segala arah, yang mengakibatkan sperma tersebar ke lumen uterus.
c. Tubae uterinae
Ketika sperma sampai di ampula tubae uterinae, sperma harus melawan gerakan silia yang gerakannya berlawanan dengan gerakan sperma.
Sperma bisa sampai di ampula tubae uterinae karena kadar estrogen yang tinggi, hal ini menyebabkan gerakan silia tubae uterinae yang sebelumnya berlawanan menjadi searah dengan gerakan sperma menuju ke ovum di ampula tubae uterinae.
2. Sperma sampai di ampula tubae uterinae
3. Ketika sperma akan bergabung dengan ovum, sperma harus menembus dinding korona radiata dan zona pelusida dari ovum.
4. Kepala sperma dilapisi dengan enzim akrosom, hal inilah yang membuat sperma dapat menembus dinding korona radiata.
5. Ketika sperma menembus membran plasma ovum, ovum akan melakukan serangkaian reaksi kimia yang membuat suatu lapisan pelindung di dinding ovum. Hal ini menyebabkan sperma lain tidak dapat menembus ovum lagi.

Tahap Implantasi
1. Selama 3-4 hari setelah pembuahan, zigot tetap berada di ampula tubae uterinae dan terus melakukan pembelahan, sampai terbentuk massa bola padat yang disebut morula.
2. Sementara itu, dinding endometrium akan mengeluarkan glikogen ke lumen uterus, yang nantinya glikogen ini akan digunakan sebagai cadangan makanan bagi morula.
3. Ketika kadar progesteron semakin meningkat, dinding tubae uterinae akan melemas dan mengakibatkan morula terdorong menuju lumen uterus.
4. Ketika morula sampai di lumen uterus, morula akan terapung bebas dan terus melakukan pembelahan. Morula pada tahap ini memperoleh energi dari glikogen yang disekresikan endometrium ke lumen uterus.
5. Sementara itu endometrium mendapat pengaruh progestreon fase luteal yang mengakibatkan meningkatnya vaskularisasi dan meningkatnya timbunan zat gizi di dinding endometrium.
6. Pada saat endometrium siap di implantasikan, morula akan mengalami proliferasi dan berdiferensiasi menjadi blastokista.
7. Blastokista melalui sel-sel trofoblastiknya akan mensekeresikan enzim-enzim proteolitik yang berguna untuk membuat lubang ke dinding endometrium.
8. Sebagai responnya endometrium akan mensekeresikan prostaglandin. Hal ini mengakibatkan meningkatnya vaskularisasi, meningkatnya timbunan zat gizi, dan menyebabkan edema.
9. Prostaglandin juga mengakibatkan dinding endometrium mengalami modifikasi, yang disebut desidua, dimana desidua merupakan tempat tertanamnya blastokista pada akhirnya.
10. Lapisan trofoblas akan terus mencerna sel-sel desidua di sekitarnya untuk cadangan energi dari calon janin, sampai terbentuknya plasenta (Sherwood, 2001).

2. Apa saja parasit yang terdapat di organ reproduksi betina?
No Hewan Nama parasit Menyebabkan
1 Sapi • Schistosoma matthei

• Tritricomonas foetus Di dinding vesica urinaria dan pembuluh darah
Menyebabkan abortus
2 Kambing Oesophagostomum columbianum Menyerang peritoneum, menyebabkan blackleg pada fetus
3 Kuda • Tripanosoma equiperdum
• Klossiella equi Penyekit kelamin

Ada dalam ren
4 Babi Stephanurus dentatus Ada di ren
5 Karnivora • Capillaria plica
• Dioctophyma renale Di vesica urinaria, di ren
Di ren
6 Unggas Prossmogonimus Peradangan oviduct

3. Apa saja patologi yang terdapat di organ reproduksi betina?
a. Metrorrhagia atau perdarahan di dalam uterus
Perdarahan ini dapat terjadi sesudah hewan melahirkan. Bila perdarahan hebat maka hewan dapat mati karena kehabisan darah.
b. Tumor uterus
Pada hewan tumor-tumor uterus jarang ditemukan. Hanya sapi sesekali memperlihatkan karsinoma pada dinding uterusnya. Tumor ini terbentuk pada dinding corpus uteri atau pada cervix.
c. Radang uterus
Radang uterus yang ringan membentuk sedikit eksudat biasanya sulit didiagnosa. Pembagian radang uterus :
1) Endometritis : radang uterus yang dangkal. Memperlihatkan radang pada daerah mukosa dan propria mukosa (uterus tidak mempunyai submukosa). Umumnya terlihat pada sapi, anjing, dan kucing.
2) Metritis : radang meluas hingga lapisan muskularis. Sehingga perubahan-perubahan hanya terlihat hingga di daerah lebih dalam
3) Perimetritis : serosa dan subserosa mengalami perubahan. Biasanya uterus membesar, sedangkan serosanya berwarna merah yang disebabkan oleh radang
4) Parametris : yang mengalami radang bukan hanya bagian uterus saja, tetapi sekitarnya terutama alat-alat penggantungnya
d. Salphingitis: inflamasi pada oviduct
Makroskopik: kebengkaan pada oviduct dan lumen berisi eksudat radang
Mikroskopik: infiltrasi sel radang netrofil pada lumen oviduct dan tunika submukosa
e. Mastitis
Radang ini sangat penting dan disebabkan oleh trauma, toksin, dan kuman-kuman (contoh : mikrokok, streptokok, Eschericia coli, Brucella abortus). Mastitis traumatic terjadi karena ambing diinjak atau ditendang oleh sapi sekandang atau karena sapi jatuh. Mastitis karena infeksi dapat terjadi melalui luka-luka. Mastitis karena toksik, misal pada endometritis, pada lubang putting susu terjadi luka sehingga kuman-kuman normal yang hidup di dalam ambing berubah sifat dan menjadikan mastitis .
f. Pyometra
Gangguan di dalam uterus yang tertimbun oleh nanah. Banyak terjadi pada anjing dan sapi. Kuman-kuman yang dalam keadaan hidup di dalam uterus dapat menjadi patogen dan menimbulkan endometritis atau pyometra oleh pengaruh hormonal. Salah satunya disebabkan oleh Trichomonas foetus (Ressang, 1984).
g. Brucellosis (penyakit Bang)
Disebabkan oleh suatu kuman kecil berbentuk batang dan bersifat gam-negatif, Brucella abortus yang tumbuh di dalam sel. Bakteri ini berjangkit pada sapi di seluruh dunia. Brucella abortus menyebabkan keguguran pada trimester terakhir masa kebuntingan dan diikuti oleh suatu periode infertilitas. Bakteri ini menyebabkan demam “ undulans “ . Bakteri ini ditemukan di dalam chorion placenta di mana ia menyebabkan perubahan-perubahan patologik yang parah termasuk nekrosa dan oedema. Ia juga ditemukan pada saluran pencenaan dan paru-paru foetus.
h. Leptospirosis
Pada sapi disebabkan oleh spirochete yang kecil dan berbentuk filament dengan kurang lebih 40 serotipe. Abortus dalam tengahan kedua masa kebuntingan dapat terjadi 1 samapai 3 minggu sesudah penghentian fase demam akut. Tidak semua sapi yang terjangkit mengalami keguguran, kadang-kadang seekor induk dapat melahirkan anak yang hidup, lemah dan beberapa hari kemudian mati.
i. Campylobacteriosis
Disebabkan oleh Campylobacter foetus venerealis adalah suatu penyakit penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan dan ditandai dengan infertilitas dengan jumlah perkawinan yang makin tinggi untuk konsepsi. Umumnya ditemukan kematian embrio dini dan abortus pada bulan keempat sampai akhir masa kebuntingan (Mozez. 2006)

III. Daftar Pustaka
Anonimous. 2004. Buku Pegangan Fisiologi Reproduksi Ternak I. Bagian Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan UGM: Yogyakarta
Cunningham, James G. 2002. Textbook of Veterinary Physiology,3rd Edition. W. B. Saunders : Philladelphia
Mozez T. 2006. Ilmu Kebidanan Pada Ternak Sapid an Kerbau. UI Press: Jakarta
Ressang, Abdul Aziz. 1984. Patologi Khusus Veteriner. N. V. Percetakan Bali: Denpasar
Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia, Cetakan 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© 2009 Diary Veteriner | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan